Tujuandan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit. 1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Rumah Sakit yang bersangkutan karena berorientasi pada peningkatan mutu dan keselamatan pasien. 2. Proses administrasi, biaya serta penggunaan sumber daya akan menjadi lebih efisien. PERSYARATAN AKREDITASI RUMAH SAKIT (PARS) TAHUN 2018.
KeteranganTambahan. Waktu Penyelesaian 1 Bulan. Maksimal 1 (satu) bulan keluar Rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan, jika semua sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Maksimal 60 (enam puluh) hari jika masih melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi. Tidak dipungut biaya.
Tidaklulus akreditasi • Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 16 bab yang di survei mendapat nilai kurang dari 60 % • Bila rumah sakit tidak lulus akreditasi dapat mengajukan akreditasi ulang setelah rekomendasi dari surveior dilaksanakan. Dari semua tingkatan yang ada, pada dasarnya semua kelulusan kareditasi tersebut memiliki 5 syarat yang mutlak yang harus dipenuhi dan telah
Vay Tiền Nhanh. MASYARAKAT Indonesia saat ini makin kritis dan makin memahami sistem pelayanan kesehatan yang baik dan layak. Apalagi marak media sosial yang membuat viral suatu peristiwa, dalam hitungan detik dengan bantuan jari. Untuk menghadapi dinamika masyarakat dan tuntutan perbaikan pelayanan, terutama di bidang kesehatan, diperlukan proses berkesinambungan yang mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Meskipun diperlukan penyesuaian dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Luasnya wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan dalam tingkat layanan masing-masing fasilitas kesehatan. Tugas pemerintah melalui Kementerian Kesehatan untuk melakukan upaya standardisasi pelayanan kesehatan, agar penerima layanan kesehatan yaitu pasien dapat terlayani dengan baik, sesuai haknya, dan pemberi layanan kesehatan yaitu Rumah Sakit RS dapat memberikan pelayanan terbaik sesuai kewajibannya. Upaya standardisasi pelayanan kesehatan di RS diwujudkan dalam bentuk kewajiban RS untuk mengikuti Akreditasi RS sesuai Peraturan Perundang-undangan. Dasar hukum pelaksanaan akreditasi di RS adalah UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan PMK Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi RS. Data Kemenkes RI mencatat, pada Desember 2021, bahwa RS telah teregistrasi, 78,8% telah terakreditasi, dan 21,2% 638 belum terakreditasi. Tahun 2024 mendatang, pemerintah berharap seluruh RS di Indonesia telah terakreditasi sesuai target RPJMN tahun 2020-2024. Akreditasi RS adalah suatu pengakuan terhadap mutu pelayanan RS setelah dilakukan penilaian dan RS tersebut telah memenuhi standar akreditasi yang disetujui oleh pemerintah. Saat ini, Kemkes telah menyetujui enam Lembaga Independen Pelaksana Akreditasi LIPA RS yaitu KARS Komisi Akreditasi Rumah Sakit, LARS-DHP Lembaga Akreditasi Rumah Sakit Damar Husada Paripurna, LAFKI Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia, LARS Lembaga Akreditasi Rumah Sakit, LAM-KPRS Lembaga Akreditasi Mutu Keselamatan Pasien Rumah Sakit, LARSI Lembaga Akreditasi Rumah Sakit Indonesia. Pimpinan RS dapat bebas memilih LIPA yang ada, tanpa harus takut kepada pihak mana pun. Baik dari pemilik RS, pemerintah daerah, atau pun pemerintah pusat. Termasuk afiliasi RS tersebut. Untuk melaksanakan Akreditasi RS, maka LIPA harus menggunakan Standar Akreditasi RS, karena Standar Akreditasi adalah pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh RS dalam meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien. LIPA wajib menggunakan standar akreditasi dari Keputusan Menkes Nomor 1128 tahun 2022 STARKES. Struktur STARKES 2022 terdiri dari empat kelompok Standar, 16 Bab, 226 Standar, dan 789 Elemen Penilaian EP. Struktur ini lebih sederhana dari standar akreditasi sebelumnya yaitu SNARS yang terdiri dari empat kelompok standar, 16 Bab, 338 Standar dan 1353 Elemen Penilaian. Data tercatat sampai bulan Juni 2022, telah ada RS yang memulai pelaksanaan akreditasi yang dilakukan secara daring, luring, maupun hybrid. Saat ini, klasifikasi kelulusan menggunakan Standar Akreditasi Rumah Sakit Kemenkes STARKES tetap ada empat, yaitu Paripurna, Utama, Madya, dan tidak terakreditasi. Hasil akreditasi Paripurna bermakna bahwa seluruh Bab mendapat nilai minimal 80%. Sedangkan klasifikasi Utama, apabila itu RS Pendidikan maka 12-15 Bab terpenuhi minimal 80% dan SKP minimal 80%. Tetapi bila itu RS Non Pendidikan, maka 12-14 Bab terpenuhi minimal 80% dan SKP minimal 80%. Kalau hasil Madya maka 8-11 Bab mendapat minimal 80% dan SKP minimal 70%, dan bila kurang dari itu maka termasuk tidak terakreditasi. Setiap RS pasti berkeinginan untuk lulus akreditasi dengan tingkat akreditasi paling tinggi yaitu Paripurna. Strategi dan tips and trick’ untuk mencapai lulus Paripurna dapat ditempuh dengan cara antara lain adalah 1 Meningkatkan komitmen RS terhadap mutu pelayanan RS. 2 Membentuk Tim Akreditasi RS yang solid dan kompak. 3 Membentuk Tim Asessor Internal di RS untuk persiapan Self Assessment dan Simulasi Survei Mandiri. 4 Meningkatkan pemahaman ”top to bottom” tentang STARKES alias mulai dari level pimpinan sampai seluruh karyawan RS. 5 Melakukan upaya pemenuhan sumber daya manusia, dana, peralatan, pelatihan dan sebagainya yang dapat mendukung suksesnya akreditasi. 6 Meningkatkan kesadaran dan menjadikan mutu pelayanan sebagai budaya kerja. 7 Melakukan audit internal secara rutin dan berkala. 8 Melakukan sistem “punishment and reward“ untuk menjaga mutu pelayanan. 9 Melakukan simulasi survei mandiri sebagai wahana latihan akreditasi. 10 Melakukan upaya pemenuhan agar setiap elemen penilaian standar akreditasi dapat tercapai nilai 10. RS yang terus berupaya melakukan implementasi semua Standar Akreditasi RS memiliki tujuan akhir untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan dan keselamatan pasien. Peningkatan mutu layanan di RS bukan hanya akan berefek untuk pasien yang sedang dirawat di RS. Tetapi pasti berdampak juga terhadap keluarga pasien, masyarakat umum, dan fasilitas kesehatan di sekitar RS tersebut. Manfaat langsung implementasi standar akreditasi antara lain RS akan lebih mendengarkan keluhan pasien dan keluarganya. RS pun akan lebih lapang dada menerima kritik dan saran dari pasien juga keluarganya, tidak lagi menjadi pihak yang selalu benar. RS juga lebih menghormati hak-hak pasien dan melibatkan pasien dalam proses perawatan sebagai mitra. Semoga dengan adanya Akreditasi RS akan semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berobat di Indonesia tanpa perlu ke luar negeri, dengan biaya yang lebih mahal. Selamat berjuang demi perbaikan mutu pelayanan RS. Jangan kasih kendor semangat kita. Salam paripurna. * * Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah, Surabaya. Dokter Spesialis di RSUD Blambangan.
Nama File Kategori Author Download Webinar RME - Peran Strategis Perekam Medis dalam RME manajemen admin Webinar RME - Tinjauan Hukum RME manajemen admin Webinar RME - Permenkes tentang Rekam Medis manajemen admin Webinar RME - Kesiapan RME manajemen admin PARS - Persyaratan Akrediatasi Rumah Sakit akreditasi rs admin KMK 1128 Tahun 2022 akreditasi rs admin Syarat Mengikuti Workshop Pendampingan akreditasi rs admin SILARSI - Workshop Pendampingan akreditasi rs Divisi IT SILARSI - Materi Presentasi akreditasi rs Divisi IT LARSI - Skema Akreditasi akreditasi rs admin
LEMBAGA negara dan pemerintah bekerja atas dasar amanat konstitusi. Hal itu karena yang menjadi panduan dasarnya. Lalu, mengapa konstitusi mengamanatkan hal yang ditugaskan kepada lembaga-lembaga dimaksud? Semua akan kembali kepada konstitusi dasarnya. Dalam hal Indonesia, semua bisa dirujuk pada Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Selain kita bisa membuka poin-poin pada sila-sila dalam Pancasila, juga ada yang lebih mendahuluinya. Apa itu? Ada empat tujuan dibentuknya NKRI. Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, melaksanakan ketertiban dunia. Nah, untuk mencapai tujuan itu, disusunlah dasar negara Pancasila. BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara jaminan kesehatan dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, secara spesifik tujuan kedua, memajukan kesejahteraan umum. Bahkan, amanat mendirikan BPJS Kesehatan secara verbal termuat pada pasal-pasal konstitusi dasar hasil amendemen. Ini bisa dilihat pada bab hak asasi manusia seperti bisa dibaca pada Pasal 28 H ayat 1 dan ayat 3. Masalah kesehatan pada ayat 1 dan ayat 3 berbicara secara eksplisit tentang jaminan sosial. Jaminan kesehatan berada dalam lingkup jaminan sosial. Ketentuan lebih lanjut tentang hak masyarakat untuk mendapat jaminan dan layanan kesehatan yang baik diatur dalam bab perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial. Hal ini bisa dilihat pada Pasal 34 ayat 2 dan ayat 3. Ayat 2 berbicara tentang keharusan negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Sementara itu, ayat 3 mengamanatkan kepada negara untuk bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Jika pasal 28 H mengamanatkan tentang hak warga negara terhadap jaminan dan layanan kesehatan, pasal 34 mengamanatkan tentang tanggung jawab negara terhadap sistem jaminan dan layanan kesehatan. Sebagaimana pendidikan, kesehatan ialah infrastruktur dasar untuk mencapai persamaan level of playing field. Tanpa dua hal itu, maka persaingan warga negara menjadi tak adil untuk bisa mencapai persamaan ekonomi, politik, dan bentuk-bentuk kesejahteraan umum lainnya. Pendidikan dan kesehatan merupakan hak dasar warga negara yang bersifat mutlak. Mengapa akreditasi BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2019 genap berusia lima tahun. Inilah lembaga yang ditugasi untuk mewujudkan amanat Pembukaan UUD 1945, serta diamanati Pasal 28H ayat 1 dan ayat 3 serta Pasal 34 ayat 2 dan ayat 3. Sesuai amanat Pasal 34 ayat 4 agar dibentuk undang-undang tentang ini, maka pada 2004 lahir Undang-Undang Nomor 49 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN. Pada 2011, lahir Undang-Undang Nomor 24 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS. UU Nomor 24 memerintahkan lahirnya dua badan, yaitu BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Namun, butuh dua tahun untuk persiapan berdirinya BPJS Kesehatan. Selain butuh kesiapan regulasi lebih detail, juga butuh kesiapan sumber daya manusia maupun anggaran. PT Askes yang semula hanya mengurus pegawai negeri, kemudian dijadikan induk lahirnya BPJS Kesehatan. Kembali ke soal akreditasi rumah sakit RS. Salah satu regulasi yang mengaturnya ialah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 012/2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, sebagai turunan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Permenkes ini kemudian diperbarui lagi melalui Permenkes Nomor 34/2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit. Pada Pasal 2 ayat a tertulis bahwa tujuan akreditasi untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan melindungi keselamatan pasien rumah sakit. Ayat b berbunyi meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi. Pasal 3 menyebutkan setiap RS wajib terakreditasi. Selanjutnya, Kemenkes melahirkan dua permenkes lagi yang terkait dengan akreditasi ini. Pertama, Permenkes Nomor 71/2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Kedua, Permenkes Nomor 99/2015 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Permenkes ini merupakan pembaruan terhadap permenkes sebelumnya. Pada Permenkes Nomor 71/2013, pada Pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa kerja sama fasilitas kesehatan dengan BPJS harus memenuhi persyaratan. Pada Pasal 6 ayat 2, untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama FKTP harus telah terakreditasi. Pada Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan FKRTL kategori rumah sakit ada FKRTL kategori klinik utama juga harus memiliki sertifikat akreditasi. Pada Pasal 41 ayat 2 disebutkan bahwa persyaratan akreditasi untuk FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan mulai berlaku lima tahun sejak permenkes tersebut berlaku. Sementara itu, pada ayat 3 disebutkan bahwa persyaratan akreditasi untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan mulai berlaku tiga tahun sejak permenkes tersebut berlaku. Pada Permenkes Nomor 99/2015, ada perubahan menyangkut masa berlaku. Hal itu bisa dilihat pada Pasal 41 ayat 2 yang menyatakan bahwa untuk FKTP masa berlakunya menjadi tujuh tahun sejak peraturan menteri ini berlaku, dari sebelumnya lima tahun. Semenetara itu, pada Pasal 41 ayat 3 menyatakan bahwa untuk rumah sakit masa berlakunya berubah dari tiga tahun menjadi lima tahun. Jika merujuk pada Permenkes Nomor 71/2013 yang menyatakan bahwa permenkes tersebut berlaku sejak 1 Januari 2014, 1 Januari 2019 merupakan tepat lima tahun. Dengan demikian, daeadline 1 Januari 2019 untuk penerapan sertifikat akreditasi rumah sakit sebagai syarat kerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak datang tiba-tiba. Karena itu, merupakan argumen tidak berdasar jika ada yang menulis bahwa syarat akreditasi ini merupakan implikasi dari defisit yang sedang dihadapi BPJS Kesehatan. Sama sekali tak ada kaitan antara akreditasi rumah sakit untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan defisit yang kini sedang dialami BPJS Kesehatan. Menurut pemaparan perwakilan BPJS Kesehatan dalam Rapat Berkala antara DJSN RI dan BPJS Kesehatan, Senin 7/1, di ruang rapat DJSN RI lantai IV Gedung Kemenko PMK, disebutkan bahwa hingga menjelang akhir 2018, dari rumah sakit yang telah bekerja sama, masih ada sekitar 723 yang masih belum terakreditasi. Suatu jumlah yang sangat besar. Ini akan berdampak terhadap layanan peserta JKN-KIS yang dikelola BPJS Kesehatan. Karena itu, Menteri Kesehatan kemudian membuat rekomendasi pada 31 Desember 2018 kepada 551 yang diberi diskresi untuk bisa ikut kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Lalu, pada 4 Januari 2019, Menteri kembali membuat rekomendasi untuk memberikan diskresi kepada 169 rumah sakit untuk bisa tetap berpartisipasi dalam program JKN-KIS. Dengan demikian, dengan keluarnya jaminan berupa rekomendasi 720 rumah sakit yang terakhir, sudah tak ada lagi rumah sakit yang tak bisa bekerja sama. Adapun tiga rumah sakit sisanya tidak memperoleh rekomendasi karena sudah tak beroperasi dan izin operasionalnya habis. Namun, sesuai dengan pernyataan bersama Menteri Kesehatan dan Dirut BPJS, Senin 7/1, rekomendasi itu merupakan kontrak bersyarat. Pada 30 Juni 2019, semua rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus sudah terakreditasi. Jeda lima tahun untuk mencapai akreditasi merupakan tenggang yang mencukupi. Sebetulnya, rumah sakit dalam bekerja tidak hanya bersandar di atas regulasi, seperti regulasi akreditasi ini. Rumah sakit sangat terikat kepada nilai, etik, dan kepercayaan publik. Belum lagi rumah sakit wajib melindungi nilai, etik, dan kepercayaan publik atas semua orang dan kelompok profesi yang bekerja di dalamnya. Secara keseluruhan, nilai, etik, dan kepercayaan publik ini menuntut dijunjung tingginya pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu serta perlindungan atas keselamatan pasien. Hal ini tentu sejalan dengan kehendak regulasi yang menginginkan adanya akreditasi rumah sakit. Komisi akreditasi rumah sakit Sesuai Permenkes Nomor 34/2017, akreditasi dilakukan lembaga independen. Lembaga tersebut ditetapkan Menkes dan terakreditasi oleh International Society for Quality in Health Care Isqua. Akreditasi dilakukan paling sedikit setiap tiga tahun. Akreditasi ini dilakukan untuk menjaga mutu layanan rumah sakit dan melindungi keselamatan pasien dan masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan rumah sakit itu sendiri. Selain itu, juga agar kualitas rumah sakit Indonesia memiliki daya saing di tingkat internasional. Saat ini baru ada satu lembaga akreditasi rumah sakit, yaitu Komisi Akreditasi Rumah Sakit KARS. Adapun tentang pembiayaan akreditasi memang dibebankan ke pihak rumah sakit. Seandainya pihak rumah sakit merasakan biaya itu terlalu berat, seharusnya dapat membicarakan bersama-sama. Apalagi, bila keberadaan rumah sakit tersebut di suatu wilayah sangat diperlukan. Misalnya, ia merupakan satu-satunya rumah sakit, dan seterusnya. Bukankah sesuai permenkes, pemerintah bisa membantu pembiayaan akreditasi rumah sakit. Akreditasi itu mencakup kompetensi tenaga medik dan para medik, peralatan dan prasarana, termasuk instalasi limbah rumah sakit. Banyak hal yang harus diaudit untuk menjamin dan menjaga mutu serta keselamatan semua pihak. Inilah cita-cita besar yang hendak dicapai untuk menuju cita-cita dalam Pembukaan UUD 1945.
persyaratan akreditasi rumah sakit